Syekh Amin Al Kurdi memberikan batasan syariat, Artinya : Syariat
adalah hukum-hukum yang diturunkan kepada Rasulullah SAW yang dipahami
dan diijtihadkan oleh para ulama dari Al Kitab, As Sunnah, baik
berbentuk nash atau istimbath. Hukum- hukum itu meliputi Ilmu Tauhid,
Ilmu Fikih dan Ilmu Tasawuf (Syekh Amin Al Kurdi 1994 : 364). Sunnatullah
berarti ketentuan atau tata hukum Allah dalam mengatur alam semesta
ini. Di dalamnya ada hubungan sebab akibat, ada amal ada hasil, dan
seterusnya. Termasuk ke dalam syariat, bagaimana mengatur manusia dalam
hubungannya dengan Allah dan bagaimana mengatur manusia sebagai makhluk
sosial, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam.
Agar terwujud keteraturan, keselarasan, keserasian dan keseimbangan,
perlu juga di atur dalam suatu aturan yang dinamakan syariah. Syariat
itu adalah aturan dari Allah, sedangkan yang memberi peraturan namanya
syaari' yaitu Allah SWT sendiri.
Pembahasan mengenai materi hukum
dengan manusia sebagai objeknya, mencakup semua disiplin ilmu, seperti
Ilmu Fikih, Ilmu Tauhid, Ilmu Akhlak dan lain sebagainya. Dalam ajaran
Islam melaksanakan aturan dan ketentuan hukum tanpa memahami dan
menghayati apa tujuan hukum itu, maka pelaksanaannya tidak akan menemui
sasarannya dan tidak akan memiliki nilai yang sempurna. Tujuan hukum itu
adalah kebenaran yang datang dari Allah SWT, yang dalam istilah tasawuf
dinamakan hakikat yang merupakan inti dari hukum itu sendiri. Karena
itu ada kaedah fikih yang berbunyi:
Artinya : Hukum itu ditetapkan atau beredar menurut ilatnya.
Kalau
ilatnya masih ada maka hukumnya ada, kalau ilatnya sudah hilang maka
hukumnya akan hilang. Dengan kata lain, syariat itu lahirnya, hakikat
itu batinnya. Untuk mencapai tujuan hukum itu sendiri diperlukan
adanya suatu jalan atau cara atau metode supaya kita tidak menyimpang
dari tujuannya. Tanpa mengetahui jalannya akan sulit untuk sampai ke
tujuan. Jalan atau cara atau metode tersebut dinamakan tarikat.
Salat daim sembah ing roh mring
Pangeran, lawan salat ismu ngalam kawruhana, iya iku bubuhaning sembah
rasa, sakalire jumeneng aneng manusa.
Tertibipun kabeh iku kawruhana, jasadira roholah den-kawruhana, sadayane puniku aneng nging sira, lapalipun puniki ing-ucapena.
Al ‘insanu siri wahana sirahu
(?), nyataning dat puniku nyataning sipat, nyatane roh asmane ati
sejati, nyatanipun apngallolah iku jasat.
Yen muhunga mring sariranya pan
sasar, iya iku sabdaning nabi kang nyata, lan sing sapa arsa wikan ing
sarira, sanyatane dadi wikan ing pangeran.
Iya / iku kang ngarsa wruh
dipun-nyata, lan sing sapa kang wikan maring sarira, dadi wikan wong
ngiku maring pangera, kang satengah ana lapal kang mangkene.
Al ‘insanu naskatu aki
dalilnya, maknanipun manusa tandhane ekak, tersandhane puniku patang
prakara, ingkang dhihin puniku tandhaning edat.
Kaping kalih puniku tandhaning
sipat, kang kaping tri ya apengaling manusa, ping sakawan obah osik
saking Ngallah, rasaningsun iya rasaning manusa.
0 comments
Post a Comment